Jumat, 23 Maret 2012

Impian Petani Tua*)


lukisan diunduh dari http://mustoni.blogdetik.com/files/2011/12/ikan-dan-kail.jpg


Impian Petani Tua*)

Suatu malam, di tiga perempat perjalanan umurku, aku tiba di suatu kebun yang sangat luas. Kulihat seorang petani tua tengah menanam butir-butir air mata. Dan beberapa saat kemudian dari dalam tanah tumbuh pohon yang berbuah bola-api. Merasa lelah, petani tua itu duduk, tapi kelihatan sekali kalau dia resah. Aku Menghampirinya.

“Entah kapan dia akan datang…” Dia berseakan tanya pada dirinya sendiri
“Siapa yang akan datang pak tua?” tanyaku penasaran
“Kekasihku.”
“Siapa engkau maksudkan pak tua?” tak ada jawaban dari pak tua. Tiba-tiba dari kedua matanya keluar bola-bola api yang di mataku terlihat seperti iring-iringan orang berkabung (mati).

(lifespirit, 23 Maret 2012)

*) Versi Cerita Mini Surrealis 100 Kata


Apresiasi HERU EMKA (Esais/Penyair/Cerpenis) yang intens mempopulerkan CERMIN 100 KATA di sastra cyber :

Saya cukup senang, karena dari hari ke hari bertambah banyak orang yang suka membaca dan mencoba menulis Cermin 100 ( lebih baik kita menggunakan istilah ini untuk menyebut Cerita mini 100 Kata ). Banyak yang akhirnya bisa menuliskannya, dan tak sedikit pula yang berkata, sungguh sukar menulis Cermin 100, dan tak kunjung berhasil diselesaikan, walau pun berulang kali telah dicoba.

Sebagai praktisnya saja, saya mengumpamakan menulis Cermin 100 dengan membuat sebuah telur mata sapi ( omelet ), yakni suatu kerja membuat memasak tingkat dasar yang siapa saja ( asal punya kemauan ) bisa melakukan: Nyalakan api, taruh minyak dalam penggorengan, setelah panas, pecahkan sebutir telur di atasnya. Jadi.

Namun orang yang kreatif dalam memasak, bisa membuat telur mata sapi yang berbeda. Dia bisa menambahkan cincangan daging, atau diberi potongan tomat atau beberapa bahan lain yang menjadikan telur mata sapinya terasa lebih nikmat. Kalau begitu namanya bukan telur mata sapi, dong, - jawab seorang teman tentang analogi saya, ketika kami berbincang tentang kiat menulis Cermin 100 di sebuah sudut di Pujasera Mall Ciputra, Semarang. Menurut saya , ini tetap telur mata sapi, namun berbeda dengan biasanya karena ini telur mata sapi yang istimewa.

Begitu juga, bila saya membaca Cermin 100 yang dikirim teman-teman, kadang saya menemukan beberapa Cermin yang masih datar, endingnya kurang menggigit, plotnya kurang tertata dan sebagainya. Tak apa. Namanya juga belajar, kalau hasilnya masih kurang sip, wajar juga kan ? Namun justru inilah gunanya kita saling belajar bersama, harus ada sebuah petunjuk untuk dijadikan panduan, kan? Untuk itu saya mengajak teman-teman untuk memperhatikan tema.

Tema cerita ini sangat penting , karena dalam teori fiksi, tema menjadi salah satu dari trilogi di samping dua hal lainnya, yakni plot dan karakter, - sebagai bagian utama dari susunan sebuah cerita. Tema ini seperti sebuah ruang, tubuh bagi cerita kita, yang membuat cerita kita berbeda dengan cerita lainnya.

Dan bicara soal tema, ada begitu banyak tema yang terhampar di depan kita, tinggal kita memilih tema apakah yang akan kita angkat jadi cerita : dunia anak, kehidupan binatang, kisah cinta, nan romantis atau sebaliknya tragedy kehidupan, mitos atau legenda, tema fiksi ilmiah tentang robot, aliens dan sebagainya. Atau bahkan tema yang surealis, tentang mimpi, misteri atau kiisah-k8isah yang jarang terjadi di dunia ini. Semua bisa.

Cermin 100 karya Imron Tohari ini bertemakan surialisme, sebuah tema yang jarang diangkat oleh para penulis Cermin 100. Ini sebuah pilihan yang cerdas, karena tema ini, selain tampil beda, juga memberi beberapa keleluasaan bagi para penulisnya untuk berjalan agak menyimpang dari patokan logika plot cerita.

Neil Cornwell, dalam bukunya; The Absurd in Literature ( Manchester University Press, 2006 ) menjelaskan bahwa suasana dan nuansa yang absurd dalam cerita surealis sering diangkat oleh para sastrawan dunia, baik dalam cerpen, novel, puisi atau naskah drama.

Cornwell yang meneliti berbagai puisi, novel dan drama surealis menuturkan bahwa nuansa absurd biasanya tertumpu pada pengalaman karakter yang ada dalam cerita, dalam situasi yang tak pernah mereka alami dalam kehidupan sehari-hari atau situasi yang luar biasa, aneh, tak masuk akal. Karya fiksi bertemakan absurditas ini biasa menampilkan ‘kisah yang tidak cemerlang’, misalnya sebuah perjuangan yang sia-sia, pelecehan dan pengabaian penalaran atau semacam perdebatan tanpa ujung pangkal tentang kondisi atau situasi, yang oleh Cornwell disebut sebagai ‘ kesia-siaan ‘ (‘nothing’)

Lebih jauh lagi , Cornwell menyebutkan, “ Inti atau pesan cerita sendiri tak penting untuk disebutkan kemudian, begitupun penjabaran tema atau karakterisasi karena cerita-cerita absurd terbebas dari alur plot tradisional seperti maraknya tindakan, klimak , anti klimak dan sebagainya “ ( Also, the "moral" of the story is generally not explicit, and the themes or characters' realizations—if any —are often ambiguous in nature. Additionally, unlike many other forms of fiction, absurdist works will not necessarily have a traditional plot structure (i.e., rising action, climax, falling action, etc.”)

Kukira tinjauan ini sangat tepat bagi Cermin 100 karya Imron Tohari, salah satu teman penggiat sastra maya dalam Kelompok Studi Sastra Bianglala. Andai dia cukup tekun dan trampil mengolah tema-tema surealis ini, saya yakin bisa menjadi ciri khasnya dalam menulis Cermin 100 seperti ini.Bagaimana menurut anda ?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar